Sunday, June 16, 2019

Pedagang yang Dirindukan Surga

Ahad, 16 Juni 2019
oleh Ustadz 'Ammi Nur Baits hafidzahullah
di Masjid Al Ikhlas Palm Spring, Jambangan, Surabaya


Dakwah sunnah akan selalu hidup sebagaimana yang telah Allah tetapkan. Dakwah sunnah bisa berjalan, menyebar luas, bukan karena jasa manusia, namun atas kehendak Allah ta'ala.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Akan selalu ada di kalangan umatku, dia selalu menang di atas kebenaran, selalu menampakkan kebenaran. Keberadaan mereka tidak akan dirusak atau diganggu sampai datang angin lembut."

Allah menjadikan ahlussunnah wal jama'ah itu ma'sum sebagaimana Al Qur'an tidak akan bisa dirusak atau dimusnahkan. Allah akan mencabut Al Qur'an di akhir zaman. Ma'sum di sini artinya keberadaannya dijaga oleh Allah langsung dan tidak ada kebenaran yang hilang di dalamnya.

Hadits shahih : "Ketika Allah mencintai hambaNya, maka Allah akan mempekerjakannya." Maksud hadits ini adalah Allah akan memberikan taufiq kepadanya untuk beramal shalih. Salah satunya yaitu berdakwah sebagai amal shalih hingga kematian menjemputnya.


Kaidah Bermuamalah dengan Baik

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Seseorang pedagang yang jujur dan amanah akan dikumpulkan oleh para Nabi, Shahabat, Syuhada dan Shiddiqin."

Dua karakter pedagang yang akan dikumpulkan dengan para Nabi, Shahabat, Syuhada dan Shiddiqin yaitu Amanah dan jujur. Keduanya berat dan sulit karena haru menghadapi tantangan fitnah dunia dan ada resiko ditipu dan lain-lain.

Persamaan antara pedagang dengan para shiddiqin dan syuhada adalah sama sama harus bersabar.
Perbedaannya yaitu apabila para shiddiqin dan syuhada kegiatannya murni untuk akhirat sedangkan pedagang untuk duniawi.

Adab Mencari Harta

Terkait mencari harta ada dua tingkatan yaitu secara hukum dan tingkatan adab.
Tingkatan hukum adalah mencari tahu halal haram baik dalam segi barang atau jasa maupun transaksinya.

Bab ADAB tingkatannya lebih tinggi daripada bab HUKUM.

1. Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Jarir bin Abdillah, memiliki kebiasaaan menawar barang dengan harga tinggi, yaitu ketika berdagang menjual dengan kualitas terbaik bagi pembeli. Hal ini termasuk tingkatan ADAB yaitu memberikan yang terbaik bagi orang lain. Tidak sebatas ambil halalnya namun juga semakin indah akhlaqnya ketika berdagang. Jika ingin disikapi yang baik, maka sikapilah orang lain dengan baik. jika ingin untung, maka berilah keuntungan kepada orang lain.

Penghasilan yang mabrur adalah hasil jual beli yang tidak meninggalkan sengketa : penjual memberikan yang terbaik untuk pembeli, pembeli memberikan yang terbaik untuk penjual ( contohnya tidak sadis dalam menawar, memberi barang yang tidak sesuai, dll. )

2. Memaksimalkan dan memanfaatkan potensi yang kita miliki. Apabila kita tidak mampu mengolah atau mengatasi sendiri, maka berilah peluang kepada orang lain yang mampu. Dalam hadits riwayat Muslim : " Siapa yang memiliki tanah, hendaknya dia kelola, jika tidak bisa, maka berikan kesempatan saudaranya untuk mengelola." Umat Islam sebenarnya memiliki potensi yang tinggi.

3. Transaksi di tengah-tengah Kaum Muslimin

Dalam transaksi ada yang boleh mendapat keuntungan dan ada yang tidak boleh mendapatkan keuntungan.

Aktivitas KOMERSIL, yaitu transaksi yang diniatkan mencari untung, boleh mendapat keuntungan.
Aktivitas NON KOMERSIL, yaitu transaksi yang diniatkan tidak mencari untung, tidak boleh mendapat keuntungan karena Allah akan ganti dengan pahala.

Adanya keuntungan harus berbanding dengan adanya kerugian.
"Tidak boleh ada keuntungan yang tidak menanggung resiko kerugian." [ HR. Abu Dawud ]
Siapapun yang ingin untung, maka harus siap dengan resiko rugi.

Semua kegiatan non komersil tidak boleh mencari keuntungan, yang dibolehkan hanya mencari pahala. Contoh : Usaha katering dengan proyek promosi memberi makan fakir miskin, tapi harus membeli makanannya dia ( mengambil keuntungan ).

4. Hindari transaksi GHARAR ( tidak jelas ) dan RIBA

Contoh : membeli sesuatu dengan melempar (membeli tanah sejauh lemparan kerikil), pecah berarti membeli (seharusnya adalah pecah berarti mengganti rugi dan prosesnya bisa tawar menawar), menjual janin yang masih di dalam kandungan, jual beli ijon (jual beli hasil pertanian yang belum kelihatan panen/masaknya), bagi hasil gharar dengan contoh lahan ditanami cabai oleh pemilik lahan, jagung ditanam oleh investor ( mukhatharah = pertaruhan), dan asuransi (gharar). 

Nabi melarang menggabungkan hutang dan jual beli karena ini termasuk RIBA. 
Riba asasnya dalah kedzaliman (bank) dan gharar asasnya adalah untung-untungan (asuransi).

Kita memohon kepada Allah agar terhindar dari dua transaksi di atas, sehingga harta yang kita dapat halal dan bisa kita pertanggung jawabkan nanti di akhirat.


*catatan kajian oleh Ukhti Ari dan Ummu Rayyan