Saturday, November 23, 2019

Surat Untuk Yang Saling Mencinta Dalam Diam

Surabaya, 8 September 2018 
"Mendo'akanmu adalah cara mencintaimu yang paling sembunyi."~aksarawangiseruni
Puisi di atas adalah sebuah syair yang ditulis dalam bentuk surat oleh Putri Tineke, anak dari Pakubuwono XI, yang sedang patah hati karena cintanya ditentang oleh keluarga. Sang Putri bermuram durja selama 10 tahun.

    Betapa banyak harapan kita pada manusia yang akhirnya berujung kekecewaan. Betapa banyak juga tanpa kita ketahui, kita telah banyak menyakiti perasaan seseorang. Terkadang penyesalan ini datang ketika malam tiba. Hendak menuju tidur. Waktu untuk refleksi diri. Saya selalu meluangkan waktu untuk mengingat hal-hal yang telah saya lalui. Baik yang indah maupun yang pahit. Saya telan semua sesaat sebelum tidur. Terkadang pula, kita teringat seseorang di kala kita hendak bersiap tidur. Baik itu orang yang selama ini kita inginkan atau orang yang tidak biasa kita pikirkan. Pada saat itulah, mungkin, Allah menggerakkan kita untuk mendo'akannya. 

     Banyak kalanya kita memperlakukan seseorang tanpa melihat kondisinya. Dan memang kita tidak peduli dengan kondisi mereka. Tapi ini sesuatu yang sangat disayangkan. Pada dasarnya, kita harus peka. Tidak semua orang seberuntung kita. Tidak semua orang normal dan pintar seperti halnya kita dan anak kita. Tidak semua anak tumbuh sempurna, mendapatkan kasih sayang semestinya, bahkan ada juga yang ditinggal orang tuanya. Seringnya kita tidak mau tahu kondisi psikologis seseorang. Sungguh hal seperti ini menyedihkan. Beberapa tahun belakangan ini karena suatu hal, saya belajar sekilas mengenai anak-anak dyslexia dan yang kemudian dijelaskan pula mengenai anak-anak dengan keterlambatan belajar. Bahkan ada juga yang sudah dewasa. Kemudian, saya bertekad belajar parenting dan menemukan sebuah problem inner child pada diri seorang dewasa. Terkadang, mereka yang menyimpan luka bathin ini dengan samar menunjukkan kepada kita bahwa mereka tidak sedang baik-baik saja. 

    Penting sekali bahwasanya kita mempelajari adab berkomunikasi kepada sesama manusia. Hal ini tidak bisa hanya dengan feeling  dan habit saja. Kebaikan itu harus dicari dan dipelajari. Terkadang kita termakan ego agar merasa diakui. Ego inilah kemungkinan besar bisa menyakiti, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Ketika ada sesuatu yang menyakitkan, akankah ia sembuh dan hilang ? Akankah luka menjadi yang terdalam ? Sebisa mungkin kita menahan diri, mencicipi rasa dari ucapan kita sendiri kemudian baru melontarkannya pada orang lain. Kaidah-kaidah bagaimana menerima dan membalas patut kita pelajari. Terutama kepada orang-orang yang kita sayangi atau hendak kita cintai ( calon pasangan ). Jangan sampai setiap malam kita menyesali dan mengumpulkan memori akan hatinya yang tersakiti. Berhati-hatilah. 

    Suatu saat saya pernah bertanya kepada rekan kantor. Seorang non muslim asal Siantar. Saya lihat dia romantis dengan suaminya, yaitu pacarnya dia dari SMA. Tutur kata begitu lembut. Lalu aku bertanya,"Bagaimana bisa begitu?" Dia menjawab,"Aku setiap pagi dan malam selalu makan kumpul bersama keluarga. Pada saat setelah makan itu, kita berpegangan tangan dan bersama-sama ( dengan mertuanya ) berdo'a agar selalu dijaga cintanya, keutuhan keluarga, dan do'a-do'a lain yang bermanfaat bagi keluarga." Bagiku, ini adalah adab yang sangat baik. Dalam Islam, kita disarankan banyak berdo'a kepada Allah. Bahkan ketika garam habis pun kita disunnahkan untuk berdo'a. Kita butuh Allah dalam segala hal, sekalipun itu dalam hal mencintai hambaNya. Mencintai seseorang yang sudah kita dapatkan secara halal. Tidak lepas begitu saja, karena cinta itu perasaan yang Allah anugerahkan kepada kita, yang setiap waktu mampulah Allah membolak-balikannya. Sebaiknya, sepasang suami istri diam-diam dalam sholatnya, dalam do'anya, dan dalam dzikirnya, selalu meminta Allah untuk meletakkan hati pada dia yang telah halal. Maka, terjagalah cinta di jalan Allah. tegaknya cinta atas ridhoNya.

      Terlebih lagi, apabila pasangan hidupmu adalah seseorang yang kurang mendapatkan kasih sayang dari keluarganya. Maka, perlu bagi sepasang suami istri mencari tahu dan memahami kekurangan dan kelebihan pasangan. Kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga, lubang kehampaan sangat besar. Berbeda dengan orang yang dari kecil dapat limpahan kasih sayang dari orang tua, tidak akan pernah merasakan apa yang telah dirasakan seseorang yang ditinggalkan orang tuanya baik secara fisik maupun secara bathin. Semoga Allah menyembuhkan luka hati mereka. Semoga Allah menggantikan kekurangan ini dengan kebaikan-kebaikan yang melimpah sehingga terasalah kasih sayang dari Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ

“Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi." 
[ HR. Muslim no. 2318 ]


Akhir kata, cintailah orang yang ada di sekitarmu, di masa lalumu, masa sekarangmu dan yang akan menjadi masa depanmu dengan cara yang paling sederhana dan cara inilah yang paling mereka butuhkan. Mendoakannya.

-----------------------------------------------------------------------------------
Maaf mungkin agak gak nyambung ya judul dan kontennya. Saya choked di tengah paragraf. 
Semoga esensi dan kebaikannya bisa diterima. 

Tuesday, November 12, 2019

Amalan Ketika Turun Hujan

Bismillah
ditulis ulang dari web rumaysho.com
karya Muhammad Abduh Tuasikal hafidzahullah



          Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir. Dalam hadits riwayat Al Bukhari no. 3206, dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” 
(QS. Al Ahqaf [46] : 24).

Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.” [ Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al ’Asqolani Asy Syafi’i, 6/301, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H ]

         Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya. Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat
[ Lihat Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani ]

         Anjuran untuk berdo'a ketika turun hujan. Terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ

“Dua do’a yang tidak akan ditolak: 
 do’a ketika adzan dan 
 do’a ketika ketika turunnya hujan.” 
[ HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. ]

         Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »

“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”
[ HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71, dari Kholid Al Juhaniy ]

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.


Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.” [ Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20, Asy Syamilah ]